SEJARAH KERATON KAPRABONAN BAGIAN 1
SEJARAH
KERATON
KAPRABONAN CIREBON
1.I. Asal-Usul
dari Prabu Siliwangi Raja Pajajaran
Kesultanan Cirebon sejak dari Sunan Gunung Jati sampai jatuh pada
keturunannya yang sekarang adalah awalnya berasal dari keturunan Prabu
Siliwangi Kerajaan Pajajaran masa umat Hindu pada waktu itu.
Prabu Siliwangi Raja Pakuan Pajajaran di
Bogor (abad XV) beristeri permaisuri bernama Ratu Subang Larang, yang
berputera :
1. Pangeran
Walangsungsang atau Pangeran Cakrabuana atau
Ki Kuwu Cirebon yang bergelar Prabu Anom atau Sri Mangana.
2. Ratu
Mas Rara Santang.
3. Pangeran
Raja Sengara atau Kian Santang.
Ratu Mas Rara
Santang setelah menunaikan ibadah Haji bersama Kakaknya (Pangeran
Walangsungsang), namanya menjadi Hajah Syarifah Muda’im. Dari sanalah Ratu Rara Santang bertemu jodoh
yang kemudian menikah dengan Sultan Mesir bernama Sultan Makhud
Syarif Abdullah dimana Beliau keturunan ke-21 dari Rasullullah Nabi
Muhammad S.A.W. dan dikaruniai 2 (dua) orang putera, yaitu :
1. Syech
Nurudin Ibrahim Ibnu Maulana Israil (nama
kecil adalah Syarif Hidayatullah).
2. Syech
Syarif Nurullah.
1.2. Asal-Usul dari Sunan Gunung Jati ke Tanah
Jawa
Syech Syarif Hidayatullah (putera pertama Sultan Mesir, Sultan
Makhud Syarif Abdullah) setelah berumur ± 26 tahun hijrah ke tanah Sunda
dalam melaksanakan tugas untuk menyebarkan agama Islam sesuai dengan janji dan
cirta-cita ibundanya sebelum dinikahi. Setelah di Jawa namanya mendapat julukan
Susuhunan (Sinuhun) Gunung Jati terdapat pada tahun Jawa babad 1351.
Sedangkan Syech Syarif Nurullah (putera
kedua Sultan Mesir) yang meneruskan Ayahandanya sebagai Sultan Mesir, karena
Kakaknya tidak mau menjabat sebagai Sultan Mesir dan patuh atas perintah
ibundanya.
Pada tahun 1479 M. Syech Syarif
Hidayatullah Susuhunan Jati Cirebon menjadi Kepala Negara di Cirebon dan
bergelar “INGKANG SINUHUN KANJENG
SUSUHUNAN JATI PURBA PANETEP PANATA AGAMA AWLIYAI ALLAH KUTUBID ZAMAN
KHALIFATUR RASULLULLAH S.A.W.”.
Pada tahun ± 1500 M. (Tahun Jawa
1351) Syech Syarif Hidayatullah telah memancarkan agama Islam di Jawa Barat,
Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera sampai ke negeri China (Tartar). Susuhunan Gunung Jati beristeri dengan Nyai
Kawunganten (adik Bupati Banten), berputera Pangeran Maulana Hasannudin
yang kemudian menjadi Sultan Banten.
Setelah itu beristeri lagi dengan Nyai Tepasari, berputera Pangeran
Pasarean yang meneruskan sebagai Kepala Pemerintahan di Cirebon, yang nama
lengkapnya adalah Pangeran Adipati Muhammad Arifin Pasarean. Pangeran Pasarean berputera Pangeran
Dipati Carbon. Pangeran Dipati Carbon berputera Panembahan Ratu ke-I
atau Pangeran Emas (Kepala Negara Carbon ke-II), bertahta mulai pada
tahun 1528 M. Panembahan Ratu ke-I
berputera Pangeran Dipati Anom Carbon.
Pangeran Dipati Anom Carbon berputera Panembahan Ratu ke-II (Kepala
Negara Carbon ke-III) wafat pada tahun 1601 M di Girilaya Yogyakarta
ketika diundang oleh Mertuanya, yaitu Pangeran
Raja Amangkurat I Sultan Kerajaan Mataram, tetapi setelah datang disana ternyata
ditipu muslihat oleh Kolonial Belanda dengan cara disekap (dipenjarakan) untuk
menandatangani penyerahan kekuasaan Pemerintah Cirebon kepada Pemerintah
Belanda. Namun Beliau Pangeran
Panembahan Ratu ke-II (Panembahan Ratu Akhir) tetap tidak mau menandatanganinya
untuk menyerahkan kekuasaan Cirebon ke Pemerintahan Belanda sampai akhirnya
Beliau wafat di sana dan dimakamkan di Pemakaman Raja-Raja Girilaya Imogiri Yogyakarta. Setelah meninggalnya
Pangeran Panembahan Ratu Akhir, kekuasaan Pemerintahan Kesultanan Cirebon
akhirnya lemah karena putera-puteranya masih kecil-kecil dan kekuasaan jatuh
ketangan Pemerintahan Belanda pada tahun 1601 M sehingga kekuasaan Pemerintahan
Kesultanan Cirebon secara mutlak tidak ada lagi, mulai Kompanie (Kolonial Pemerintah Belanda) ikut
campur mengatur urusan Negeri Cirebon pada tahun Masehi 1680 (tahun Jawa 1519)*),
Kesultanan Cirebon hanya diberi wilayah kekuasaan dan hak-haknya secara
terbatas dan mulai saat itu pecah menjadi dua Kesultanan, yaitu Kesultanan
Kesepuhan dan Kesultanan Kanoman yang
diatur oleh Belanda.
Panembahan Ratu ke-II (Panembahan Ratu
Akhir), berputera :
1. Putera
Pertama, Pangeran Martawijaya bergelar Sultan Sepuh Samsudin
menetap di Keraton Kasepuhan.
2. Putera
Kedua, Pangeran Kartawijaya bergelar Sultan Anom Badrudin menetap
di Keraton Kanoman.
3. Putera
Ketiga, Pangeran Wangsakerta (lahir 1601 M.) bergelar Panembahan Toh
Pati sebagai Asisten Sultan Sepuh yang menetap di Keraton Kasepuhan
dan dari Beliau hanya menurunkan sampai 2 (dua) turunan, setelah itu punggal
(tidak menurunkan lagi).
Putera dari Panembahan Ratu II Girilaya sebetulnya
semuanya ada 18, yang terdiri laki-laki ada 8 (delapan) dan perempuan 10
(sepuluh), dalam hal ini tidak perlu disebut satu-persatu semuanya. Sedangkan ketiga putera Panembahan Ratu II
yang terdiri dari Sultan Sepuh, Sultan Anom dan Dipati Carbon ini
diangkat dan diberi nama oleh Sultan
Banten yakni Sultan Banten Abdoelfatah.
1.3. Berdirinya Kesultanan Kanoman
Sultan
Anom Badrudin anak ke dua dari Panembahan Ratu II Girilaya (Pangeran Abdul Karim) membangun
Keraton di Kanoman, kemudian mempunyai isteri permaisuri tiga.
Pada tahun 1628 Masehi Sultan
Anom Qomarudin Mochamad Badrudin mulai bertahta sebagai Sultan yang
pertama di Keraton Kanoman Cirebon, mempunyai permaisuri 3 (tiga) kali
dengan beberapa selir ampian :
- Permaisuri yang ke-1 (pertama) :
tidak mempunyai putera.
- Permaisuri yang ke-2 (kedua) :
Bernama Ratu Sultan Penengah, puteri Pangeran
Gunung Panti, cucu Panembahan Losari.
Panembahan Losari adalah cucu Sinuhun Jati (Sunan Gunung
Jati). Dari Ratu Sultan Penengah
mempunyai putera pertama bernama Pangeran Raja Adipati Kaprabon dan kedua
bernama Ratu Raja Kencana.
- Permaisuri ke-3 (ketiga) :
Bernama
Nyi Mas Ibu, puteri dari seorang Menteri ahli dalam urusan kuda, cucunya
Ki Tandanoe asal dari Pekalongan Jawa
Wetan. Dari Nyi Mas Ibu ini mempunyai
putera Pangeran Manduraredja yang mengangkat dirinya sendiri dengan nama
Sultan Carbon yang lama kelamaan
menjadi Sultan Carbon Qodirudin wakil.
II. ASAL-USUL BERDIRINYA KERATON KAPRABONAN
2.1. Masa Perjalanan Pangeran Raja Adipati
Kaprabon
Pangeran Raja Adipati Kaprabonan (putera
pertama) yang diberi gelar Sultan Prabu. Setelah ibunya wafat Pangeran Raja Adipati
Kaprabon diangkat oleh Ayahnya Sultan Anom Moch. Badrudin menjadi putera mahkota. Beliau gandrung mempelajari dan
mendalami agama Islam sampai berkelana kemana-mana. Pangeran Raja Adipati
diakui sebagai Putera Mahkota dengan diberi gelar Sultan
Pandita Agama Islam yang diserahi Busana Pakaian Perang Kerajaan Wali yang
dinamakan KAPRABON, diserahi pula Ilmu Agama untuk disebarkan kepada
seluruh umat. Kemudian ditempatkan untuk
bertahta disuatu tempat bekas kediaman Ki Gedeng Pengalang-alang dan Ki
Kuwu Cirebon Walangsungsang (Pangeran Cakrabuana), tempat yang awal pertama
ada orang dan yang menjadikan awal mula ada nama Cirebon, letaknya dalam
lingkungan Lemahwungkuk pada tahun 1696 M.
Kemudian tempat yang didiami oleh Pangeran Raja Adipati Kaprabon itu
menjadi terkenal oleh orang banyak sehingga berkembang secara luas dan
menyebutnya Kaprabonan secara turun-temurun sampai sekarang ini.
Kemudian Pangeran Raja Adipati
Kaprabon pindah atas kemauannya sendiri untuk meneruskan mempelajari dan menjalankan ilmu seperti
perilaku-perilaku orang tua para wali jaman dulu. Dari Keraton Kanoman pindah ke
tempat pakebonan ( kebon ) di bekas tempat kediaman Ki Gedeng Pangalang-alang
dan Pangeran Cakrabuana yang berjasa
pertama kali mendirikan negeri dan nama
Cirebon serta yang pertama kali pula adanya kuwu di Cirebon. Karena Pangeran
Cakrabuana ini kasabnya (kegiatannya) siang malam mencari ikan di laut, setiap
mendapatkan ikan rebon (udang kecil) langsung dimasak, airnya digodog untuk
menjadi petis, remukan dari rebon itu bubukannya menjadi terasi. Kemudian air rebon ini menjadi termashur oleh
orang-orang pegunungan. Orang Sunda
menyebut Cirebon artinya Air Rebon menjadi negeri yang sekarang disebut dengan
nama Cirebon, yaitu airnya ikan rebon yang sudah dimasak menjadi petis (hampir
sama dengan kecap). Letak tempat
tersebut adalah di sebelah Wetan (Timur) alun-alun Kanoman. Pangeran Raja Adipati Kaprabon nampaknya
merasa sudah cocok dan senang di tempat tersebut kemudian membangun rumah dan
Mesigit (Masjid), yang lama-lama menjadi tempat tinggalnya Pangeran Raja
Adipati Kaprabon, kemudian orang banyak menyebutnya menjadi Kaprabonan, artinya
tempat Prabu (Raja) yang tertua dan besar kekuasaannya pada Keraton atau
kerajaan dari ayahnya Sultan Kanoman.
2.2. Situasi dan Kondisi Setelah Sultan Kanoman
Pertama Wafat
Sultan
Anom Badrudin wafat, ( Menurut riwayat cerita
orang tua jaman dulu ).
Setelah Sultan Badrudin wafat, kepangkatan Sultan jatuh
pada anak pertama dari permaisuri /isteri ke dua yaitu Ratu Sultan Panengah,
yang bernama Pangeran Raja Adipati Kaprabon. Oleh karena Pangeran Raja Adipati
Kaprabonan hatinya sedang cinta pada ilmu agama Islam, maka tidak lama kemudian
kepangkatan Sultan ini diwakilkan untuk sementara waktu kepada adiknya dari putera permaisuri ke tiga yang
bernama Pangeran Manduraredja.
Pada waktu Sultan Anom Badrudin
wafat, Pangeran Raja Adipati Kaprabon berada di luar Keraton Kaprabonan sehingga Kerajaan dan
kekayaan Keraton Kanoman menjadi dikuasai oleh Nyi Mas Ibu (Ibu kandung
Pangeran Mandurareja). Akhirnya Nyi Mas
Ibu banyak pendekatannya dengan Kompanie (Pemerintah Belanda) sehingga Pangeran
Manduraredja lebih diakui dengan gelar Sultan Carbon Qodirudin di Keraton
Kanoman. Sedangkan Pangeran Raja
Adipati Kaprabon menjadi tertutup hak warisnya dari Kesultanan Kanoman.
Pangeran Raja
Adipati Kaprabon sebagai Sultan Pandita Agama Islam Tareqat dengan
cita-citanya ingin mengembangkan Agama Islam sesuai perjuangan para Waliyullah
terdahulu terutama karuhunnya Sunan Gunung Jati.
Pada waktu ayahnya pun meninggal Sultan Anom
Mochamad Badrudin pada tahun 1690 M, beliaupun tidak tahu, karena sedang di tempat
perantauan. Sehingga adiknya Pangeran Mandurareja dari putera permaisuri ketiga
Nyi Mas Ibu mengusulkan kepada Pemerintah Belanda untuk penerus menjadi Sultan
Kanoman pada tahun 1690 M akhirnya Pangeran Mandurareja usulannya diterima dan
dilantiklah oleh Pemerintah Belanda menjadi Sultan Kanoman yang kedua. Akhirnya setelah mendengar ayahnya meninggal
Pangeran Raja Adipati pulang ke keraton, tetapi beliau sempat kaget melihat
pengganti Sultannya sudah ada dan sudah dilantik yaitu adiknya sendiri dari anak
kandung permaisuri ketiga yang sedang jumeneng. Namun Pangeran Raja Adipati
alhamdulillah sudah menjadi seorang Sufi,
beliau legowo dan menerima adiknya dilantik menjadi Sultan Kanoman kedua.
Sementara Pangeran Raja
Adipati Kaprabon pindah dari Keraton Kanoman ke tempat sebelah Wetan (Timur), yang sekarang menjadi nama Keraton Kaprabonan, dengan kondisi dan status sebagai berikut :
1. Kepangkatan
Sultan seisi rumah Keraton, tanah-tanah dan semua sawah ditinggalkan
(dipegangkan) pada adiknya yang sampai sekarang dikuasai oleh Keraton Kanoman.
2. Tidak
membawa kekayaan, hanya membawa beberapa pusaka jimat, turunan dari leluhurnya
sejak zaman dahulu, beberapa pedang, tombak, keris, buku-buku naskah kuno,
kitab-kitab kuno, pakaian kuno dan sedikit tanah pekarangan yang dulunya kebon
(pekarangan) yang ditempati olehnya.
Batas tanah Keraton Kaprabonan menurut petunjuk catatan orang tua zaman
dulu, yaitu Dari sebelah Kidul (Selatan) sampai di Jalan Lemahwungkuk ke Wetan
(Timur) jalan ke Pengampon. Dari sebelah
Wetan (Timur) sampai di Jalan Sasaiki (dulunya disebut Kalibacin). Dari sebelah Lor (Utara) sampai Pasuketan
belok ke Jalan Pecinan Lemahwungkuk.
Dari sebelah Kulon (Barat) sampai ke jalan Lemahwungkuk sampai di desa
(sekarang kelurahan) dekat alun-alun Kanoman.
Pangeran Raja
Adipati Kaprabon berkedudukan di Keraton Kaprabonan sebagai Guru Ilmu
Kebathinan dalam agama Islam yang dalam dan tertinggi kehormatannya yang disukai
dan diikuti oleh banyak murid-muridnya dan didatangi oleh orang-orang dari
segala suku bangsa dan negeri (daerah) lain di luar Wilayah Cirebon sampai pada
saat sekarang tidak putus diteruskan oleh turunannya secara turun-temurun.
Comments
Post a Comment